Showing posts with label LITERATURE. Show all posts
Showing posts with label LITERATURE. Show all posts

Monday, February 20, 2012

MENGGAGAS PENATAAN RUANG UNTUK KAWASAN PERTANIAN PADA EKOSISTEM PULAU KECIL TARAKAN

A.   URGENSI PENATAAN RUANG PADA PULAU-PULAU KECIL  
Penataan ruang merupakan suatu keharusan yang wajib dilakukan mengingat aktivitas pembangunan terus berlanjut dan membutuhkan upaya-upaya pengaturan agar diperoleh ruang yang selaras, serasi dan seimbang. Penataan ruang menurut UU No 26 Tahun 2007 adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang sebagai suatu sistem menekankan adanya suatu kesatuan yang tidak terpisahkan antara ketiga proses tersebut untuk mencapai penataan ruang yang diharapkan.

Wednesday, January 25, 2012

PERWILAYAHAN DALAM PENGEMBANGAN USAHATANI SAYURAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KOTA TARAKAN

Kota Tarakan merupakan kota pulau yang terletak di utara Provinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan ± 250.80 Km2. Kota ini memiliki posisi strategis yang memungkinkan Kota Tarakan menjadi “kota transit” yang penting setelah Kota Balikpapan baik bagi kabupaten/ kota sekitarnya maupun dalam hubungan dagang dengan negara tetangga Malaysia dan Filipina. 
Kota Tarakan telah mencanangkan visi sebagai “Kota Jasa dan Perdagangan” namun masih terdapat cukup banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan usahatani terutama usahatani semusim dengan komoditas utama hortikultura sayur-sayuran dan Palawija. Usahatani ini telah cukup lama dilakukan sebagaimana dikemukakan Wahyuni (2009) bahwa pada masyarakat Suku Toraja di Kota Tarakan usahatani telah dilakukan > 30 tahun.  
Usahatani di Kota Tarakan mengalami berbagai kendala yaitu kendala biofisik lahan dan sosial ekonomi. Kendala biofisik diantaranya tanah kurang subur dengan kandungan unsur hara N dalam kategori rendah sedangkan unsur hara P sangat rendah dan unsur hara K sangat rendah dengan kelas tekstur lempung berpasir (sandy loam)

Thursday, January 5, 2012

DAMPAK LINGKUNGAN SISTEM PERTANIAN LAHAN GAMBUT

PENDAHULUAN
Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan terhadap produk pertanian maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian juga meningkat. Lahan yang dulunya dianggap sebagai lahan marjinal, seperti lahan gambut, menjadi salah satu sasaran perluasan lahan pertanian. Lahan ini menjadi pilihan yang potensial terutama bagi perkebunan skala besar karena lebih jarang penduduknya sehingga konflik tata guna lahan relatif lebih kecil (Agus dan Subiksa, 2008).
Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (Agus dan Subiksa, 2008).
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena

Saturday, December 3, 2011

KAJIAN LITERATUR PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH PERTANIAN BERBASIS AGRIBISNIS

Kajian Perencanaan pengembangan wilayah tidak terlepas dari berbagai teori pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. Posting kali ini ingin berbagi untuk sesama blogger yang membutuhkan beberapa literatur terkait Perencanaan Pengembangan Wilayah.
Materi ini mungkin belum sempurna untuk menjawab kebutuhan teman-teman, namun beranjak dari niat berbagi pengetahuan, semoga tetap bermanfaat.
Kajian ini dikutip dari berbagai sumber dan merupakan bagian dari assesment Kuliah Perencanaan Lingkungan dan Pengembangan Wilayah. Terima kasih sumber pustaka yang menjadikan tulisan ini menjadi kaya pengetahuan, salam Blogger...


http://www.ziddu.com/download/17664444/TeoriPengembg1.pdf.html

Tuesday, October 21, 2008

PEMILIHAN JENIS TANAMAN DALAM UPAYA PENGELOLAAN HUTAN KOTA TARAKAN

Otonomi daerah secara umum ditandai dengan semakin meningkatnya pembangunan di daerah-daerah di Indonesia, demikian halnya di Kota Tarakan pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum terus digalakkan oleh pemerintah. Disamping itu, pemanfaatan SDA yang salah satunya untuk membiayai pembangunan kota juga mengiringi kondisi tersebut.
Pembangunan disatu sisi memberi dampak positif berupa meningkatnya kenyamanan hidup dengan adanya berbagai fasilitas penunjang yang memadai, baik sektor pendidikan, kesehatan, hiburan/ rekreasi, perdagangan dan lain sebagainya. Disisi lain pembangunan juga memberi dampak negatif seperti semakin sempitnya ruang terbuka hijau terutama di kawasan perkotaan, tingkat pencemaran lingkungan yang terus meningkat, ancaman bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, yang pada akhirnya mengganggu kenyamanan hidup masyarakat.
Menurut Anonim (2005), permasalahan lingkungan Kota Tarakan yang menonjol adalah kerusakan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) akibat dari pembukaan kawasan Hutan Lindung serta adanya limbah rumah tangga dan industri yang dibuang langsung ke sungai, pembukaan lahan dan pemotongan bukit serta penebangan tanpa ijin. Hal ini diperparah oleh sifat alami dari jenis tanah yang didominasi oleh sifat pasir yang bersifat mudah tererosi dan labil.
Kehadiran ruang terbuka hijau di perkotaan merupakan usaha mutlak penanggulangan masalah lingkungan karena kehadiran vegetasi atau penanaman tumbuh-tumbuhan di perkotaan sangat bermanfaat untuk merekayasa masalah llingkungan yaitu estetika, mengontrol erosi air dan tanah, mengurangi polusi udara, menurunkan suhu, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, mengontrol lalu lintas dan cahaya yang menyilaukan, mengurangi pantulan cahaya, serta mengurangi bau. Selain itu vegetasi juga berperan sebagai produsen pertama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial untuk makhluk lainnya, perubah terbesar lingkungan dan sebagai sumber hara mineral (Irwan ZD, 2005).
Ruang Terbuka Hijau dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/ jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan (Anonim, 1988).
Salah satu bagian dari program Ruang Terbuka Hijau yang tengah dikelola oleh Pemerintah Kota Tarakan adalah Hutan Kota (Diatur dalam Perda No. 21/1999 tentang Hutan Kota dan SK Walikota No. 49/2002 tentang Penetapan Lokasi Hutan Kota dan Hutan Lindung Di Wilayah Kota Tarakan).

Tujuan penulisan ini adalah memberi masukan kepada pihak-pihat kerkait (instansi berwenang) tentang pemilihan jenis dalam upaya pengelolaan Hutan Kota di Kota Tarakan.


PEMILIHAN JENIS

Pada tahun 2004, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Tarakan melakukan kegiatan identifikasi terhadap 5 (lima) lokasi hutan kota sebagai tahap awal dari kegiatan pembuatan tata batas, yaitu untuk menetapkan letak batas sebenarnya di lapangan sehingga dapat dipertanggungjawabkan status hukumnya.

Pemilihan jenis merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan baik dalam pembangunan hutan kota maupun dalam pengelolaan hutan kota. Sebagaimana yang dikemukakan Dahlan (1992), guna mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan, jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh baik dan tanaman tersebut dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di tempat itu, lebih lanjut untuk mendapat hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota yang maksimal, beberapa informasi yang perlu diperhatikan dan dikumpulkan antara lain :
1. Persyaratan edaphis: pH, jenis tanah, tekstur, altitude, salinitas dan lain-lain.
2. Persyaratan meteorologis : suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari.
3. Persyaratan silvikultur : kemudahan dalam hal penyediaan benih dan bibit dan kemudahan dalam tingkat pemeliharaan.
4. Persyaratan umum tanaman :
Tahan terhadap hama dan penyakit,
Cepat tumbuh,
Kelengkapan jenis dan penyebaran jenis,
Mempunyai bentuk yang indah,
Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada,
Kompatibel dengan tanaman lain,
Serbuk sarinya tidak bersifat alergis,
5. Persyaratan untuk pohon peneduh jalan
6. Persyaratan estetika
Mempunyai tajuk dan bentuk percabangan yang indah
Bunga dan buahnya memiliki warna dan bentuk yang indah
7. Persyaratan untuk pemanfaatan khusus. Pertimbangan ini harus disesuaikan dengan tujuannya, sehingga memenuhi salah satu kriteria berikut ini :
Tahan terhadap kadar garam yang relatif tinggi
Tahan terhadap pencemar dari industri dan kendaraan bermotor
Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap gas
Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap hujan asam,
Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam pengelolaan tata air,
Sebagai habitat burung
Penghasil wewangian dan lain-lain

Sedangkan menurut Fandeli dkk (2004), sesuai dengan salah satu pengertian tentang hutan kota sebagai suatu persekutuan pohon yang mampu menciptakan iklim mikro, maka hutan kota dapat dibangun di hampir semua lahan di kota.

Lokasi hutan kota yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Tarakan secara umum memang merupakan kawasan hutan jarang dan sedang yang terus mengalami degradasi dengan komposisi jenis campuran yaitu Acacia sp (berasal dari program penghijauan DKP), Dipterocarpus sp, Shorea sp, semak belukar dan sebagian tanaman buah-buahan (oleh masyarakat), sehingga dapat digambarkan kondisi kelima hutan kota tersebut adalah merupakan kawasan hutan yang terkonsentrasi pada beberapa lokasi dengan komunitas yang mengarah atau meniru hutan alam.
Menurut Zoer’aini (2005) kondisi tersebut dapat dikategorikan ke dalam bentuk hutan kota bergerombol atau menumpuk yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat yang tidak beraturan dan struktur berstrata banyak yaitu komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan dengan strata, serta komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kriteria pemilihan jenis yang cocok untuk diterapkan pada kelima Hutan Kota diatas adalah dengan komposisi jenis heterogen (banyak jenis), habitus berupa pohon, pertumbuhan sedang dan cepat, tajuk rindang berlapis.
Demikian, semoga tulisan ini menjadi bahan rujukan bagi Pemerintah Kota Tarakan melalui dinas terkait untuk segera mengupayakan program pembangunan dan pengelolaan hutan kota sehingga dapat memberikan manfaat sesuai fungsinya serta pemilihan jenis-jenis yang sesuai dengan kondisi ekologis setempat, agar dapat memberikan dampak positif baik dari aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial terhadap masyarakat Kota Tarakan.




DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.
Anonim, 2004. Laporan Identifikasi Hutan Kota (1). Gunung Amal II (2) Hutan Kota Panglima Batur (3) Hutan Kota Gunung Pasir (4) Hutan Kota Agroforestry (5) Hutan Kota Karang Harapan. Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan. 18 h.
Anonim. 2005. Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Tarakan Tahun 2005. Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Kota Tarakan. 85 h.
Dahlan, E. N. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Jakarta. 15 h.
Fandeli, C., Kaharuddin, Mukhlison, 2004. Perhutanan Kota. Penerbit Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 203 h.
Irwan ZD. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. 179 h.